Tak terasa aku sudah di sekolah menengah atas. Aku diterima oleh salah satu sekolah negeri di bilangan Jakarta Timur, relatif murah dan dekat jalan raya. Cukup dekat juga dengan TMII.
Banyak kawan yang berdomisili dekat dengan TMII, menjadi salah satu upaya masuk gratis untuk pacaran dengan Linda. Tapi sayang, hanya beberapa hari setelah perpisahan kelasku, saat tak lengkap aku bercerita, saat emosi tak terkendali hingga mengembangkan imagi lebih dari nyatanya, Linda memutuskan untuk bubar. Sampai saat ini, tak ada kesempatan aku untuk mengatakan, ”...Aku tak mencium Ayu selain di keningnya. Hanya itu, tak lebih!...”. Prek, walau berat melupakan “first love” ku, hidup harus tetap lanjut!
Aku masuk kelas IPA, fokus kembali ke pelajaran dan belajar. Selain Kimia, Bahasa Indonesia dan Geografi jadi favoritku. Di ekskul, karate dan basket menjadi salah satu pilihanku untuk melupakannya. Prek, capek meringankan bebanku, melupakan beban cinta!
…………………………………………………………
Aku pernah terpilih sebagai Paskibraka pasukan 8. Gemblengan di Ragunan, antar jemput, seragam dan uang saku aku dapat. Tapi, yang lebih berkesan adalah tugas PON di Senayan, Stadion Bung Karno sekarang. Mulai upacara pembukaan, hari kompetisi hingga penutupan.
Bukan uang yang membuat aku berkesan. Saat penutupan, saat mulai bergerak ke tengah lapangan, tiap petugas sudah saling berbisik, mengincar bendera mana yang akan jadi “souvenir” mereka masing-masing. Selain seragam dan atmosfir Senayan, bendera “Merah Putih” besar yang sampai saat ini masih kumiliki yang ku jadikan semangat hidup.
…………………………………………………………
Saat kelas dua, pergaulan membuat aku lebih nakal. Seperti hari-hari sebelumnya, aku berangkat pagi dengan truk. Tapi waktu pulang, bukan seperti biasanya naik bis, dengan alasan mengirit ongkos, bersama kawan lain malah “bonceng mobil” di truk kosong terbuka yang sudah bongkar muatan semennya. Yah, tak salah bila terbuka peluang terjadi “gesekan” dengan anak sekolahan lain, tawuran! Untungnya, aku selalu bisa menyembunyikan apabila terdapat luka bekas tawuran. Tak sampai parah, biasa saja, tak ada yang tahu.
Suatu ketika, saat turun di daerah rumah, banyak orang yang berbisik agar aku cepat pergi. Tadi siang terjadi “perang” memperebutkan wilayah, antara “orang lama” dengan “pendatang baru”, sama-sama keluarga tentara. Yang jadi masalah, perang itu sudah tak lagi hanya menggunakan senjata tajam, tapi juga senjata organik. Akhirnya, jam malam pun diberlakukan di komplek kami. Cukup lama, sekitar satu bulan PM mengadakan patroli keliling perumahan. Lalu, biasa kembali.
…………………………………………………………
Saat akhir kelas dua, basket membuat aku ketagihan. Aku termasuk salah satu pemain yang bisa diperhitungkan hingga puncaknya saat kelas kami menang dalam “class meting”. Ternyata cukup lama ada sepasang mata yang memperhatikan aku. Kesibukanku di basket menurun karena sudah kelas tiga, sesekali saja aku ikut latihan rutin. Saat itulah ia muncul. Dian, adik kelas, sederhana saja orangnya. Jinak-jinak merpati menurutku. Prek, tak ada cinta, aku harus lulus!
…………………………………………………………
Kurang beberapa minggu lagi EBTA dan EBTANAS, belajar jadi prioritasku. Bolak-balik ke rumah kawan, foto copy bahan, menginap, belajar bersama hingga tryout kulalui.
Satu yang tak akan kulupa, satu hari menjelang ujian, dari rumah aku malah minta ijin belajar bersama di rumah kawan di bilangan Pondok Gede. Apa yang terjadi? Aku dan beberapa kawan malah menyiapkan jaket dan kopi panas untuk “gerilya” pagi buta.
Sekitar jam tiga pagi, sudah terkumpul uang yang tak sedikit, kita berangkat, Cililitan tujuannya. Ada gosip, di daerah itu akan ada transaksi “kunci jawaban” ujian. Ternyata sampai pukul enam, saat matahari mulai terlihat, tak juga ada sosok penjualnya. Sialan!!!
Walhasil, dengan fisik dan mata setengah tenaga, ujian hari pertama ku lalui dengan berat. Pulang ke rumah langsung terkapar, tidur. Prek!
Hari-hari berikutnya, aku anggap ujian biasa saja. Tak terlalu ku forsir otakku. Banyak kawan yang malah mengajak nonton atau jalan ke Ancol. Prek, aku di rumah saja.
…………………………………………………………
Hari penentuan datang juga. Tak lama hati berdebar saat menunggu pengumuman kelulusan, akhirnya aku dinyatakan lulus! Selain corat-coret, pilox dan konvoi yang terjadi di mana-mana, yang akan aku ingat selalu, Dian muncul lagi, ikut mencoret seragamku malah. Sebentar saja, tanpa kesan apa-apa. Prek, biasa saja.
Dan, sebagai ungkapan rasa gembira, saat itu pertama kali aku menghisap rokok! Satu bungkus!! Pulang dengan rasa bahagia tetapi bercampur kepala pusing dan dada sesak!!!
Malam, saat semua sudah tertidur, dalam kamar mandi, muntahku tak berhenti. Setelah hampir satu jam, akhirnya hanya angin yang keluar dari mulut. Perlahan merangkak, menutup pintu WC, masuk kamar, mengunci pintu, matikan lampu…aku terkapar tak sadarkan diri! Sendiri saja, tak ada yang tahu.
No comments:
Post a Comment