Monday, April 16, 2012

BENIH ORGASME DI TAMAN KECIL: BISAKAH CITA KU KAU CINTA JUGA?



 Aku terduduk diatas jamban usang…
Sambil luapkan sahwat karena memang tak sanggup membeli...
Teringat desah sang istri …
Yang kini distempel sebagai "Pahlawan Devisa" oleh republik ini…
Teringat pula marah terpendamku pada PT yang selalu lepas tangan dengan sombongnya…
Saat ringan saja kutanya, "apa ada kabar yang di negeri orang sana?"
Tak sadarkah, atau pura tak peduli?
Padahal anak cucu mereka makan dari hasil jerih keringat jutaan TKW!

Pada puncaknya, tercecer benih sahwatku…
Di tubuh dingin dinding dan lantai berlumut...
Pada tirani kepuasan…
Hadir suara "demonstrasi" jutaan benih…
Yang tak jadi dan kutau pasti...
Bukan hanya milikku!

Yang paling kecil…
Kepala demonstran para jelata berkata…
"Pak, mumpung BBM belum lagi naik, mana uang jajanku untuk memborong semua produk iklan di televisi?"

Yang tercantik…
Tak kalah merayu…
"Ayah, sudah ada kan dana untuk jadikan aku Pegawai Negeri Sipil? Sebab sekarang gajinya bersaing dengan para Hakim lho?!"

Si nomor dua…
Korlap barisan demonstran mahasiswa tak mau kalah…
"Siapkan dana pendidikanku yang tinggi, sebab tak ada yang namanya sekolah gratis! Semakin tinggi sekolahku akan semakin lihai aku Korupsi!"

Sang Sulung…
Kepala kaum bajingan kapitalis…
Santai saja berkata karena sedikit mabuk…
"Pak, aku indipendent, siapa saja yang berani membayarku akan kulayani. Tak punya uang ya aku merampok, yang jika mati terkena pelor adalah resiko! Bukan untuk para teroris, tapi sekedar untuk makan adik-adikku!"

Ku bayangkan bila jutaan benih itu jadi…
Bayangan saat mereka ungkapkan rasa...
Terbesit pepatah "banyak anak banyak rejeki"…
Jadi tak percaya aku!

Aku tersenyum lega…
Bukan hanya karena telah tersalur...
Tapi dalam mandi peluh…
Teringat laku para manusia…
Di taman kecil tengah kota sebelah utara...
Di antara riuh degub jantung kota…
Di derasnya nadi yang bising...
Di antara kemilau mimpi-mimpi…
Di antara bau terbakarnya sampah bumi...

Sang pelukis berjoget tak habis…
Ikhlaskan bersenti-senti cita di kanvasnya!

Sang penarik becak lompat sana-sini…
Berkoar riang soal cita, terlupa wajah Satpol PP!

Sang pendemo dingin menebar cita…
Berusaha mencolek hati para pejabat atau aparat!

Sementara para pelakon lain…
Mencapai klimaks kepuasan di langit tertinggi cita-cita!

Pada asa…
Tak ada yang tak mungkin…
Tak ada batas waktu…
Tak berbatas siapa adanya kita…
Semua bisa kita lukis semuluk apapun itu…
Sebebas yang kita mampu!

Pada nyata…
Yang benar-benar nyata…
Cita dan cinta biasa beriring di awal saja…
Mungkin karena cinta itu buta?

Maka…
Sangat berbahagialah kita…
Bila mencapai langit tertinggi…
Dimana cita dan cinta bisa selalu bergandengan…
Saat waktu dan siapa adanya kita…
Bukan lagi pengorbanan tapi sebuah ikhlas...

Malang, senin kliwon, 16 April 2012, 17:43 WIB