Monday, November 14, 2011

Selamat Datang

Welcome...

Aku lahir di Ambon, dua belas tahun di sana. Setahun menjelang lulus sekolah dasar, sempat mampir di Karawang. Kemudian kulanjutkan hidup di Jakarta. Suatu saat, kulakukan perjalanan, Sumatera, Kalimantan, Bali, walau akhirnya kembali ke Tanah Jawa.

Saat masa awal kuliah, kuputuskan untuk pindah dan hidup, sampai saat ini, akhirnya menikah, di kota Malang, Jawa Timur (East Java). Saat aku mulai menulis ini, usia kehamilan istriku waktu itu menginjak lima bulan.

Baru saja, belum lama, aku tertarik pada yang namanya BLOG. Mulai dari “NOL”, ku beranikan diri untuk terjun lebih jauh.

Dengan segala kekurangannya, maka terciptalah blog ini, dalam tiga bagian kecil, wich are:

  • Jejak Langkah, bercerita tentang perjalanan hidupku, mulai dari masa kecil, hingga kini (pelan-pelan saja...)
  • Untuk Indonesia, aku selalu mencoba jujur mencurahkan pikiranku, kata hatiku tentang lingkunganku, generasiku, dan apapun yang terjadi padaku dan Indonesia, tentu saja dari "kacamata"ku yang secara individu masih bodoh ini (semoga tak memberatkan orang...).
  • Coretan, selalu ku berusaha berikan sesuatu yang spesial untuk anda, tapi di sini, anda juga berhak memberikan sesuatu yang spesial untuk orang lain.

Aku terbuka untuk anda, sebatas yang aku bisa lakukan. So, if you trust in me, please, contact me. Just make a comment, be my “sahabat” (followers) or “enter your email address and subsribe”, so I hope you’ll know me more.

Satu niatku, semoga beberapa tulisan tentang hidupku dan partisipasi anda, kita, dapat bermanfaat untuk orang banyak.

"I always trying to make world better and green, with peace, love, unity and respect"

Thx.

Contact

BEJO
(DZ SANDYARTO)

Jl. Ranakah 12-14
Badut Permai - Tidar
Malang - Jawa Timur 65146

Phone:
0341.6622400

Cell Phone:
085755089729

E-Mail:
bejo1214@gmail.com
bejo1214@yahoo.com

My blog:
bejo1214.blogspot.com
slankersmalang.blogspot.com

Tak terasa...

Fuih...tak terasa setahun lebih sudah, tak sempat cerita yang telah terjadi...

Pelan-pelan saja, mencoba merangkai kembali "cerita-cerita" yang semoga tak terlewat satu pun, walau tak yakin aku mampu...
  • 7 bulan kandungan istriku
  • Lahirnya Sang Jagoanku!
  • Pitonnya Sang Jagoanku!
  • 1 tahun Sang Jagoanku!
  • Membangun kembali Komunitasku
  • Fuck'n Education!
Kerangka hidup yang kulalui...semoga tak terlewat, untuk ceritamu Nak!
Sabar ya nak...bila dapat kucuri waktu walau sebentar saja, untuk bekalmu kelak!
Semoga kau mengerti semua ini...

Thursday, May 12, 2011

DESTA TAMBAH KAPITU SAMA DENGAN KANEM


Desta dengan nafas kemaraunya berlari ke timur laut
Meninggalkan jejak badai pasang biru tua di laut tenggara
Di ujung hari, Batara Yamadipati bertolak pinggang
Di pucuk bukit ia berteriak...
"Walau kau miliki Sotya Sinara Wadi, tak mau kau kenal lagi! Robek hatimu tersakiti, bertemu saja kau tak sudi!"

Sementara itu Kapitu berlari dari barat, entah hendak kemana, tak jelas
Membelah alam dengan mewahnya hujan deras, membekas topan dan prahara
Di ujung lain, Batara Endra tak mau kalah ikut berkoar
Lantang ia bersuara...
"Walau kau kadang ragu, sekali dekat, ia milikmu! Kaulah pemilik Wisa Kentas Ing Maruta!"

Sudah suratan saat Desta membuahi Kapitu waktu hujan barat daya
Tangisan pertama Kanem bagai gemuruh bayu bergeser, barat ke timur, tinggalkan tapak petir dan dingin setiap waktu
Di puncak tertinggi Batara Guru berdiri sedikit terbungkuk
Urat lehernya tampak saat ia berkata...
"Walau kesepian adalah takutmu, Rasa Mulya Kasucian adalah milikmu!"

Batara Maharesi dengan beban berat dipundaknya, selalu saja banyak bicara
Di tengah bintang-bintang, mencoba menggurui Desta bagaimana mencari nafkah, agar tak celaka dan tak difitnah
Di bawah bayang Yamadipati yang terus saja menghitung karma
Ditemani dua anjing bermata empat yang jadi pagar barisan para roh
Seorang pengetuk palu pengadilan kematian, depan pintu neraka dan surga...

Batara Citragatra bertombak ligan terhunus, walau waspada tetap saja angkuh dan sombong
Di panasnya lingkar api, mencoba mendikte Kapitu cara bicara, terbiasa atas cemooh dan sadar atas keadaan agar capai bahagia
Di bawah bayang Endra penguasa Junggringsalaka, penguasa pelaminan dari para dewa
Yang duduk diatas putihnya Airawata sambil memegang tongkat petir
Seorang pemimpin delapan dewa elemen alam...

Batara Sakri setia akan kesanggupannya, selalu harus terpenuhi kehendaknya
Di terangnya rembulan, mengajari Kanem agar lahir batin berbudi luhur, tak mudah tersinggung dan bersuara merdu
Di bawah bayang Guru yang tercipta dari cahaya gemerlap
Bertaring, berlengan empat sambil berdiri di atas Nandini
Seorang pengatur wahyu, penguasa kayangan dan penguasa para dewa...

Desta tambah Kapitu sama dengan Kanem...
Tunggak semi, satria wirang dan satri wibawa adalah ibarat hidup!

Desta tambah Kapitu sama dengan Kanem...
Ketug lindu, trenggana abro ing wiyat dan lesus awor lan pancawara menjadi bulan!
Desta tambah Kapitu sama dengan Kanem...
Hiduplah dengan hidup yang luas!

 Malang, 24 Mei 2011, 12:42 WIB

Friday, August 7, 2009

SELAMAT MERDEKA WS RENDRA


Sedih tengah hari belum lagi habis...
Waktu maut merampas lelaki tua sederhana!
Tanya belum semua berjawab...
Di tengah debu jalan gosip-gosip murahan!
Mata belum selesai berkaca...
Baru saja dia terbenam dalam liang lahat!
Banyak do'a belum habis...
Do'a apa saja atas apa saja tentang Urip!

Malam belum berujung...
Sudah terdengar lagi dentuman keras menghantam negeri!
Mulut menganga belum lagi menutup...
Sudah terdengar lagi isak pertiwi!
Ludah belum lagi habis tertelan...
Sudah datang lagi tanya di kepala!
Kenapa belum lagi selesai riuhnya bising sedih...
Sudah terdengar kepak Sang Merak terbang?

Lembar-lembar Ronggo Warsito...
Belum lagi selesai kau bereskan untuk anak dan cucu...
Lalu mengapa kau tinggal pergi?
Kekar cakarmu terasa baru saja menghujam asa ini...
Mengapa lalu kau lepaskan?
Terompet "merdeka" belum lagi ditiupkan...
Mengapa kau dahulukan?
Terasa siksa sang waktu yang berjalan cepat...
Mengapa kepergianmu lebih cepat lagi?

Secangkir kopi ini belum lagi dingin...
Sekelebat terdengar duka di depanku!
Kepala ini belum lagi sempurna terangkat...
Beban di kepala teramat sangat!
Lalu tanya datang begitu saja...
Ada apa dengan negeri ini?
Ada apa denganmu pertiwi?

Selamat jalan "anjing liar" dari Jogjakarta...
Selamat jalan "pengukir syair" dari Jogjakarta...
Selamat terbang "burung merak" dari Jogjakarta...
Selamat merdeka di sungguh merdekamu!

Malang, 7 Augustus 2009

Wednesday, July 8, 2009

SEBUAH PERCAKAPAN DAN SURAT DARI PRAM, "MAMPUKAH KITA?"

(sebuah cerita tentang hidup dari berbagai sumber)




Di ujung sepenggal wilayah sebuah desa, di sisi selatan hutan belantara, dalam kesendirianku terdengar jangkrik dan anjing malam bertegur sapa. Entah mereka saling mengerti atau sekedar mengisi malam yang terasa sangat panjang.

Tak peduli, sang jangkrik tetap saja bersuara walau tubuh kecilnya tak berarti sedikitpun bagi anjing malam, padahal tadi siang anak-anak petani yang berlarian menindas-remukkan dua kakinya yang kecil. Ia tetap saja bersuara. Entah merintih atau bersyukur walau tak lagi melompat, masih dapat ia merayap. Terasa bebas lepas tanpa ketakutan!

Sedang anjing malam juga tetap bersuara, tak peduli luasnya jagat raya penuh bintang, padahal siang tadi dia kalah bertarung dengan singa hutan. Ia tetap saja melolong walau dua taring kanannya patah dan telinga kirinya sobek berlumur darah. Entah jerit kesakitan atau rasa menang sebab masih bisa ia nikmati malam dengan rembulan jingga yang indah. Terasa bebas tanpa ketakutan!

Tersirat pikiran yang entah datang darimana, tahu-tahu saja lewat di kepala: kebebasan! Mereka bebas! Kebebasan yang mereka raih, mereka gunakan selagi masih sempat. Tanpa ketakutan dan rasa takut apakah besok akan terulang lagi musibah tadi siang.

Kubakar rokok yang tinggal sebatang ketika teringat percakapan panjang dengan Pram beberapa hari lalu di serambi rumahnya....

***

Menurutnya, masa terbaik dari hidup seseorang adalah masa dimana ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri.

Aku ungkapkan, bagaimana dengan sikap orang tua yang sampai detik ini tetap saja mengikat kebebasan kita, segila apapun kita, dari saat masih tergantung pada puting bunda atau bahkan sedewasa apapun menurut kita adanya kita sekarang?

Sejarah tentang seorang gadis Jepara dari desa sebelah, saat masa kolonial dulu, yang diakui sebagai pelopor para wanita oleh kampung-kampung lain hingga saat ini, ternyata hanya seorang manusia yang tanpa daya. Menurut sang gadis yang terjebak oleh rasa prihatin mendalam tersebut, kebebasan akan diperoleh saat datang talak tiga setelah sebelumnya ia dengan berat hati menerima pinangan pilihan sang Ayah. Ia keliru besar karena waktu cepat bergeser sedang kematian terlalu cepat lagi. Kebebasannya kandas! Atau mungkin di alam kematian sana ia betul-betul bebas?

Pram lalu menjawab sambil memangsa pisang goreng,“Kadang kasih sayang orang tua yang paling tidak patut untuk dilawan demi kebebasan itu. Kasih sayang tradisional, yang sampai saat ini masih saja tidak dapat dipungkiri oleh banyak penganutnya, yang jika tidak diarahkan pada masa mendatang yang lebih pelik dan beragam adalah juga kekeliruan yang harus diluruskan dan dibetulkan”.

Tak urung aku bertanya, setelah juga men-caplok ubi rebus, “Mungkinkah itu kasih sayang? Itukah cinta?”

“Bukan! Kasih sayang atau cinta, bukan hanya itu! Di mana pun ada cinta! Bentuknya beragam! Tanpa itu orang tidak dapat menanggung hidup! Cinta adalah sumber segala-galanya!”, jawab Pram.

Dalam dinginnya angin, saat sore menjelang, ku seka wajahku dengan tangan yang mulai membeku, berharap ada sedikit hangat tercipta disana. Nuraniku yang tak mengerti sedikit pun mengoceh bebas, “Tuhan, ajari aku mengenal cinta sebagaimana orang-orang lain mengertikannya”.

Pram balik bertanya tanpa mengharap jawaban,“Tanpa orang tua dan pendirianmu yang kuat  siapa yang dapat meramalkan akan bagaimana bakal jadinya bayi? Jadi Nabi atau bajingan, atau hanya sekedar tambahan isi dunia, polos, tanpa daya apa-apa?”.

Seteguk teh hangat manis membasahi tenggorokanku,“Aahhh... Nikmatnya teh dan pisang goreng ini tak mungkin jalan sendiri ke dalam mulutku. Bukan dari keturunan mana seseorang manusia berasal yang menentukan sukses atau tidak dalam hidupnya. Tetapi pendidikan, lingkungan dan keuletannya. Sukses bukan hadiah dari para dewa, tetapi akibat kerja keras dan belajar”.

Pram balik badan masuk rumah. Sambil sedikit berteriak dia lantang bicara dari dalam kamar,“Pengalaman dan pendidikan dunia maju telah memberikan gambaran tentang bagaimana bangsa yang maju telah dibentuk dan membentuk diri, bagaimana angkatan muda disadarkan pada sebuah rasa nasionalisme dan dirintiskan dengan pengertian dan masa akan datang. Bagaimana ilmu sekolahan dan kenyataan yang sebenar-benarnya dalam kehidupan, bagaimana terjadi pergeseran bentuk nasionalisme itu dan pergaulan karena pengaruh kemajuan ilmu dan industri”.

Tiba-tiba kepala Pram muncul dari jendela,”Pengalaman, pengetahuan, kearifan, terutama semangat hidup untuk maju akan menumbuhkan sebuah pribadi yang kuat. Cara memandang, cara berpikir dan dengan gaya sendiri”.

Ia melanjutkan, “Berbahagialah engkau dan kumpulanmu yang dapat menjadi yang dikehendaki sendiri, lakukan dan berbuat apa saja yang dianggap baik bagi diri sendiri dan bangsamu. Keadaan terus berubah, sesuatu atau apapun itu juga pasti akan berubah. Jaman berganti, kemarin adalah dasar hari ini, hari ini adalah dasar untuk esok dan hari esok menjadi dasar untuk masa depan".

Aku meneguk teh, waktu nada suaranya tinggi,”Perubahan tersebut tentu bukan dengan sikap statis, tidak punya sikap, inisiatif dan gairah hidup, hanya ingin menghabiskan hidup dengan tenang yang beku. Bosan yang menjemukan dan memuakkan. Perubahan harus dengan jiwa yang berkobar-kobar akan cita-cita dan didukung oleh orang-orang dengan jiwa merdeka!".

Aku juga setengah berteriak,”Hati bersih dan kemauan yang baik belumlah mencukupi untuk dapat memulai! Tetapi tetap saja semua membutuhkan permulaan! Dengan memulai berarti setengah pekerjaan sudah selesai.....”.

Ocehanku terputus saat ia duduk kembali dan sudah bersarung. Kaki kanannya naik di kursi, meneguk kopi dan berkata datar,”Sedang tujuan adalah bukan merupakan akhir tetapi menjadi sebuah awal dari perjalanan yang panjang....”.

Obrolan kami terputus saat adzan magrib menggema...

***
Sebuah amanah dari tulisan Pram pada suatu waktu di sebuah surat yang panjang dan selalu mengingatkanku kembali...
“Sampaikan salam pada kumpulanmu bahwa selalu akan dibutuhkan sebuah organisasi dalam bentuk dan nama apapun itu.
Organisasi yang modern untuk persaingan di jaman yang modern. Bukan lagi hidup yang hanya mencari rejeki pribadi semata atau hanya membiakkan diri dengan kawin karena tak ada lagi pilihan.
Jangan jadikan nasib kumpulanmu seperti gadis Jepara. Walau memang dalam satu hal ia benar dengan meninggalkan nilai bahwa: yang menjadi ukuran, seperti apapun usaha, adalah perbuatan sebagai pribadi pada sesama.
Tidak mengenal sesuatu berarti tidak akan tahu apa yang harus diperbuat. Maka, ingin rasanya untuk dapat membangun sebuah organisasi atau kumpulan dengan modal dan dana pribumi seperti yang ada di lingkunganmu. Walaupun pribumi yang pas-pasan hidupnya sekalipun. Bahkan mungkin dari sebagian isi piring mereka modal itu berasal. Organisasi baru, kelahiran baru dengan semangat baru pula!
Bentuk organisasi atau kumpulan dari jaman kolonial, kebangkitan bangsa dan sampai saat ini pun pada hakekatnya adalah sama. Yang ada pada akhirnya adalah "ingin tetap maju atau mundur"!
Jangan diulangi kesalahan pada masa Syarikat Priyayi, Syarikat Dagang Islamiah atau yang kemudian pecah menjadi Syarikat  Dagang Islam. Boedi Oetomo yang terkungkung hanya pada satu golongan priyayi.
Jaman mandegnya demokrasi dengan hanya tiga partai bahkan masa sekarang dengan multi partai yang rancu dan kebablasan pegangan demokrasinya.
Tetap saja yang namanya pribumi tertindas oleh janji atau dengan tipu muslihat dalam pelaksanaannya!
Pada kumpulanmu, bentuk organisasi yang baru, saat kita dihadapkan pada masalah intern organisasi, tidaklah salah sebuah sikap asasi yang menyatakan bahwa dalam organisasi orang bukan melulu harus bisa mendamaikan pertentangan dan menarik sebuah kompromi dengan musyawarah. Dapat dimaklumi juga bahwa untuk hak asasi tersebut kita tidak boleh takut kehilangan cabang, kehilangan anggota bahkan seorang yang telah kau anggap ”saudara” sekalipun.
Tanpa mengurangi rasa hormat, hanya ada pilihan maju atau mundur!
Untuk itu, sudah tentu adalah kini saatnya dilahirkan pemimpin-pemimpin yang berani, mampu dan jujur”.

***

Penat pikiranku, melihat kenyataan yang tidak akan pernah aku sampaikan pada Pram. Kusimpan dalam-dalam. Aku jadi tak bebas! Aku bukan orang bebas!


Terngiang kembali...
“Masa terbaik dari hidup seseorang adalah masa dimana ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri. Sebuah organisasi modern.Pemimpin-pemimpin yang berani, mampu dan jujur. Perubahan dengan sikap statis, tidak punya sikap, inisiatif dan gairah hidup, hanya ingin menghabiskan hidup dengan tenang yang beku adalah hal bosan yang menjemukan dan memuakkan. Perubahan harus dengan jiwa yang berkobar-kobar akan cita-cita dan didukung oleh orang-orang dengan jiwa merdeka”.

Satu yang aku dapat lakukan, melontarkan tanya pada kelompokku, "Apakah kita dapat melakukan yang menurut kita baik, seperti segala kebaikan yang terdapat dalam tulisan panjang Pram?"

Dalam lingkaran malam aku berharap dapat sedikit tidur dan menemukan jawaban atas pertanyaan "mampukah kita?"

Malang, 5 Mei 2012

Tuesday, July 7, 2009

AKU TAK TAHU MALU

(sebuah catatan yang nyaris hilang)



Kakekku seorang pejuang…
Yang kini terbaring dipelukan sang bumi…
Pelor pun masih tertancap di punggungnya…
Saat dia memejamkan mata...

Ayahku pun seorang pensiunan serdadu…
Yang dalam ketermenungan kulihat matanya kadang berkaca…
Mungkin saja berkhayal akan jadi apa anaknya kelak…
Atau entah apa yang kini bisa ia perbuat untuk sang pertiwi?

Di malam sepi saat sang bintang enggan berkedip…
Atau saat rembulan setengah mati…
Bisa apa aku saat datangnya mentari esok?
Aku jadi seorang lelaki pemimpi!

Aku ingin reformasi diri bukan untuk revolusi!
Aku ingin sebuah demokrasi yang tidak anarkis!
Aku ingin jadi anak dari bangsa yang militan tapi tidak radikal!

Lalu kala aku memandang pertama kali wajahmu, terbayang...
Seperti apa ayah bundamu?
Seperti apa mimpimu?
Apa maumu?

Terbesit sedikit sinar cerah…
Saat terdengar suara "Tak ada mengangkang!"
Yang ada hanya suara “Kami Kampungan yang punya Sikap!”

Tapi kenapa itu lalu jadi sayup-sayup?
Kenapa mulutmu kemudian menjadi rapat?
Kenapa begitu berat untukmu bergerak?

Padahal keringat dan darah ini untuk hausmu!
Kering tubuh ini untuk alas kakimu agar tak ada lagi duri merobek telapakmu!
Apa kau tak malu?
Atau memang buta dan tuli?

Di saat tertentu aku merasa tak ada seorang kawan setia…
Diriku hanya sekedar seorang teman, sendiri...
Tapi itu tak jadi soal…
Sebab aku tak tahu malu!
Aku kampungan yang punya sikap!

Aku ingin tetap berbuat sesuatu…
Agar bila saatnya aku menjadi abu…
Aku tidak perlu malu…
Sebab aku telah berbuat sesuatu…
Untuk generasiku...

Malang, 7 Juli 2009