Kakekku
seorang pejuang…
Yang
kini terbaring dipelukan sang bumi…
Pelor
pun masih tertancap di punggungnya…
Saat
dia memejamkan mata...
Ayahku
pun seorang pensiunan serdadu…
Yang
dalam ketermenungan kulihat matanya kadang berkaca…
Mungkin
saja berkhayal akan jadi apa anaknya kelak…
Atau
entah apa yang kini bisa ia perbuat untuk sang pertiwi?
Di
malam sepi saat sang bintang enggan berkedip…
Atau
saat rembulan setengah mati…
Bisa
apa aku saat datangnya mentari esok?
Aku
jadi seorang lelaki pemimpi!
Aku
ingin reformasi diri bukan untuk revolusi!
Aku
ingin sebuah demokrasi yang tidak anarkis!
Aku
ingin jadi anak dari bangsa yang militan tapi tidak radikal!
Lalu
kala aku memandang pertama kali wajahmu, terbayang...
Seperti
apa ayah bundamu?
Seperti
apa mimpimu?
Apa
maumu?
Terbesit
sedikit sinar cerah…
Saat
terdengar suara "Tak ada mengangkang!"
Yang
ada hanya suara “Kami Kampungan yang punya Sikap!”
Tapi
kenapa itu lalu jadi sayup-sayup?
Kenapa
mulutmu kemudian menjadi rapat?
Kenapa
begitu berat untukmu bergerak?
Padahal
keringat dan darah ini untuk hausmu!
Kering
tubuh ini untuk alas kakimu agar tak ada lagi duri merobek telapakmu!
Apa
kau tak malu?
Atau
memang buta dan tuli?
Di
saat tertentu aku merasa tak ada seorang kawan setia…
Diriku
hanya sekedar seorang teman, sendiri...
Tapi
itu tak jadi soal…
Sebab
aku tak tahu malu!
Aku
kampungan yang punya sikap!
Aku
ingin tetap berbuat sesuatu…
Agar
bila saatnya aku menjadi abu…
Aku
tidak perlu malu…
Sebab
aku telah berbuat sesuatu…
Untuk
generasiku...
Malang, 7 Juli
2009
No comments:
Post a Comment