Wednesday, July 8, 2009

SEBUAH PERCAKAPAN DAN SURAT DARI PRAM, "MAMPUKAH KITA?"

(sebuah cerita tentang hidup dari berbagai sumber)




Di ujung sepenggal wilayah sebuah desa, di sisi selatan hutan belantara, dalam kesendirianku terdengar jangkrik dan anjing malam bertegur sapa. Entah mereka saling mengerti atau sekedar mengisi malam yang terasa sangat panjang.

Tak peduli, sang jangkrik tetap saja bersuara walau tubuh kecilnya tak berarti sedikitpun bagi anjing malam, padahal tadi siang anak-anak petani yang berlarian menindas-remukkan dua kakinya yang kecil. Ia tetap saja bersuara. Entah merintih atau bersyukur walau tak lagi melompat, masih dapat ia merayap. Terasa bebas lepas tanpa ketakutan!

Sedang anjing malam juga tetap bersuara, tak peduli luasnya jagat raya penuh bintang, padahal siang tadi dia kalah bertarung dengan singa hutan. Ia tetap saja melolong walau dua taring kanannya patah dan telinga kirinya sobek berlumur darah. Entah jerit kesakitan atau rasa menang sebab masih bisa ia nikmati malam dengan rembulan jingga yang indah. Terasa bebas tanpa ketakutan!

Tersirat pikiran yang entah datang darimana, tahu-tahu saja lewat di kepala: kebebasan! Mereka bebas! Kebebasan yang mereka raih, mereka gunakan selagi masih sempat. Tanpa ketakutan dan rasa takut apakah besok akan terulang lagi musibah tadi siang.

Kubakar rokok yang tinggal sebatang ketika teringat percakapan panjang dengan Pram beberapa hari lalu di serambi rumahnya....

***

Menurutnya, masa terbaik dari hidup seseorang adalah masa dimana ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri.

Aku ungkapkan, bagaimana dengan sikap orang tua yang sampai detik ini tetap saja mengikat kebebasan kita, segila apapun kita, dari saat masih tergantung pada puting bunda atau bahkan sedewasa apapun menurut kita adanya kita sekarang?

Sejarah tentang seorang gadis Jepara dari desa sebelah, saat masa kolonial dulu, yang diakui sebagai pelopor para wanita oleh kampung-kampung lain hingga saat ini, ternyata hanya seorang manusia yang tanpa daya. Menurut sang gadis yang terjebak oleh rasa prihatin mendalam tersebut, kebebasan akan diperoleh saat datang talak tiga setelah sebelumnya ia dengan berat hati menerima pinangan pilihan sang Ayah. Ia keliru besar karena waktu cepat bergeser sedang kematian terlalu cepat lagi. Kebebasannya kandas! Atau mungkin di alam kematian sana ia betul-betul bebas?

Pram lalu menjawab sambil memangsa pisang goreng,“Kadang kasih sayang orang tua yang paling tidak patut untuk dilawan demi kebebasan itu. Kasih sayang tradisional, yang sampai saat ini masih saja tidak dapat dipungkiri oleh banyak penganutnya, yang jika tidak diarahkan pada masa mendatang yang lebih pelik dan beragam adalah juga kekeliruan yang harus diluruskan dan dibetulkan”.

Tak urung aku bertanya, setelah juga men-caplok ubi rebus, “Mungkinkah itu kasih sayang? Itukah cinta?”

“Bukan! Kasih sayang atau cinta, bukan hanya itu! Di mana pun ada cinta! Bentuknya beragam! Tanpa itu orang tidak dapat menanggung hidup! Cinta adalah sumber segala-galanya!”, jawab Pram.

Dalam dinginnya angin, saat sore menjelang, ku seka wajahku dengan tangan yang mulai membeku, berharap ada sedikit hangat tercipta disana. Nuraniku yang tak mengerti sedikit pun mengoceh bebas, “Tuhan, ajari aku mengenal cinta sebagaimana orang-orang lain mengertikannya”.

Pram balik bertanya tanpa mengharap jawaban,“Tanpa orang tua dan pendirianmu yang kuat  siapa yang dapat meramalkan akan bagaimana bakal jadinya bayi? Jadi Nabi atau bajingan, atau hanya sekedar tambahan isi dunia, polos, tanpa daya apa-apa?”.

Seteguk teh hangat manis membasahi tenggorokanku,“Aahhh... Nikmatnya teh dan pisang goreng ini tak mungkin jalan sendiri ke dalam mulutku. Bukan dari keturunan mana seseorang manusia berasal yang menentukan sukses atau tidak dalam hidupnya. Tetapi pendidikan, lingkungan dan keuletannya. Sukses bukan hadiah dari para dewa, tetapi akibat kerja keras dan belajar”.

Pram balik badan masuk rumah. Sambil sedikit berteriak dia lantang bicara dari dalam kamar,“Pengalaman dan pendidikan dunia maju telah memberikan gambaran tentang bagaimana bangsa yang maju telah dibentuk dan membentuk diri, bagaimana angkatan muda disadarkan pada sebuah rasa nasionalisme dan dirintiskan dengan pengertian dan masa akan datang. Bagaimana ilmu sekolahan dan kenyataan yang sebenar-benarnya dalam kehidupan, bagaimana terjadi pergeseran bentuk nasionalisme itu dan pergaulan karena pengaruh kemajuan ilmu dan industri”.

Tiba-tiba kepala Pram muncul dari jendela,”Pengalaman, pengetahuan, kearifan, terutama semangat hidup untuk maju akan menumbuhkan sebuah pribadi yang kuat. Cara memandang, cara berpikir dan dengan gaya sendiri”.

Ia melanjutkan, “Berbahagialah engkau dan kumpulanmu yang dapat menjadi yang dikehendaki sendiri, lakukan dan berbuat apa saja yang dianggap baik bagi diri sendiri dan bangsamu. Keadaan terus berubah, sesuatu atau apapun itu juga pasti akan berubah. Jaman berganti, kemarin adalah dasar hari ini, hari ini adalah dasar untuk esok dan hari esok menjadi dasar untuk masa depan".

Aku meneguk teh, waktu nada suaranya tinggi,”Perubahan tersebut tentu bukan dengan sikap statis, tidak punya sikap, inisiatif dan gairah hidup, hanya ingin menghabiskan hidup dengan tenang yang beku. Bosan yang menjemukan dan memuakkan. Perubahan harus dengan jiwa yang berkobar-kobar akan cita-cita dan didukung oleh orang-orang dengan jiwa merdeka!".

Aku juga setengah berteriak,”Hati bersih dan kemauan yang baik belumlah mencukupi untuk dapat memulai! Tetapi tetap saja semua membutuhkan permulaan! Dengan memulai berarti setengah pekerjaan sudah selesai.....”.

Ocehanku terputus saat ia duduk kembali dan sudah bersarung. Kaki kanannya naik di kursi, meneguk kopi dan berkata datar,”Sedang tujuan adalah bukan merupakan akhir tetapi menjadi sebuah awal dari perjalanan yang panjang....”.

Obrolan kami terputus saat adzan magrib menggema...

***
Sebuah amanah dari tulisan Pram pada suatu waktu di sebuah surat yang panjang dan selalu mengingatkanku kembali...
“Sampaikan salam pada kumpulanmu bahwa selalu akan dibutuhkan sebuah organisasi dalam bentuk dan nama apapun itu.
Organisasi yang modern untuk persaingan di jaman yang modern. Bukan lagi hidup yang hanya mencari rejeki pribadi semata atau hanya membiakkan diri dengan kawin karena tak ada lagi pilihan.
Jangan jadikan nasib kumpulanmu seperti gadis Jepara. Walau memang dalam satu hal ia benar dengan meninggalkan nilai bahwa: yang menjadi ukuran, seperti apapun usaha, adalah perbuatan sebagai pribadi pada sesama.
Tidak mengenal sesuatu berarti tidak akan tahu apa yang harus diperbuat. Maka, ingin rasanya untuk dapat membangun sebuah organisasi atau kumpulan dengan modal dan dana pribumi seperti yang ada di lingkunganmu. Walaupun pribumi yang pas-pasan hidupnya sekalipun. Bahkan mungkin dari sebagian isi piring mereka modal itu berasal. Organisasi baru, kelahiran baru dengan semangat baru pula!
Bentuk organisasi atau kumpulan dari jaman kolonial, kebangkitan bangsa dan sampai saat ini pun pada hakekatnya adalah sama. Yang ada pada akhirnya adalah "ingin tetap maju atau mundur"!
Jangan diulangi kesalahan pada masa Syarikat Priyayi, Syarikat Dagang Islamiah atau yang kemudian pecah menjadi Syarikat  Dagang Islam. Boedi Oetomo yang terkungkung hanya pada satu golongan priyayi.
Jaman mandegnya demokrasi dengan hanya tiga partai bahkan masa sekarang dengan multi partai yang rancu dan kebablasan pegangan demokrasinya.
Tetap saja yang namanya pribumi tertindas oleh janji atau dengan tipu muslihat dalam pelaksanaannya!
Pada kumpulanmu, bentuk organisasi yang baru, saat kita dihadapkan pada masalah intern organisasi, tidaklah salah sebuah sikap asasi yang menyatakan bahwa dalam organisasi orang bukan melulu harus bisa mendamaikan pertentangan dan menarik sebuah kompromi dengan musyawarah. Dapat dimaklumi juga bahwa untuk hak asasi tersebut kita tidak boleh takut kehilangan cabang, kehilangan anggota bahkan seorang yang telah kau anggap ”saudara” sekalipun.
Tanpa mengurangi rasa hormat, hanya ada pilihan maju atau mundur!
Untuk itu, sudah tentu adalah kini saatnya dilahirkan pemimpin-pemimpin yang berani, mampu dan jujur”.

***

Penat pikiranku, melihat kenyataan yang tidak akan pernah aku sampaikan pada Pram. Kusimpan dalam-dalam. Aku jadi tak bebas! Aku bukan orang bebas!


Terngiang kembali...
“Masa terbaik dari hidup seseorang adalah masa dimana ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri. Sebuah organisasi modern.Pemimpin-pemimpin yang berani, mampu dan jujur. Perubahan dengan sikap statis, tidak punya sikap, inisiatif dan gairah hidup, hanya ingin menghabiskan hidup dengan tenang yang beku adalah hal bosan yang menjemukan dan memuakkan. Perubahan harus dengan jiwa yang berkobar-kobar akan cita-cita dan didukung oleh orang-orang dengan jiwa merdeka”.

Satu yang aku dapat lakukan, melontarkan tanya pada kelompokku, "Apakah kita dapat melakukan yang menurut kita baik, seperti segala kebaikan yang terdapat dalam tulisan panjang Pram?"

Dalam lingkaran malam aku berharap dapat sedikit tidur dan menemukan jawaban atas pertanyaan "mampukah kita?"

Malang, 5 Mei 2012

No comments: