Wednesday, October 3, 2012

SAAT HUJAN SETUBUHI BUMI



Waktu, tak mau kompromi dengan mati listrik...
Saat terasa detik berlari cepat tak terutik...
Tarikan nafas kecewaku berat, tak lagi cantik...
Jancok” terlepas pada yang coba mengusik...

Sudah, tak dapat kulanjutkan!
Memaki pun, masalah pasti tak terselesaikan...
Terpaksa saja kaki kulangkahkan...
Walau pantat berat kugerakkan...

Terik matahari bagai jarum menghujam pori...
Muka-muka bermacam topeng, debu tetap saja jilati...
Wajah-wajah jidatnya mengkerut itu pasti...
Kecil-besar, tua-muda, bentuk dan usia tak peduli...

Saat kulit merah terpanggang...
Tak tahan, aku kembali ke kandang...
Saat mata mulai gelap berkunang...
Kulihat kembali nyala lampu di remang...

Sudah, masih ada waktu berpihak!
Walau sedikit, semangatku pun tergerak...
Tangan menari lincah pun semarak...
Coba halau cemas yang datang pun menggertak...

Selesai satu, dua tanggungan...
Harus kuserahkan ada sebab banyak harapan...
Saat hitam bergelayut tepat di depan...
Jancok” terlepas lagi sebab datangnya hujan...

Tak peduli pada deras airnya...
Tak risau menganga lubang jalan tak tampak wajahnya...
Tak peduli gorong-gorong rusak pun baru tak ada fungsinya...
Tak risau lampu lalu lintas tak ada warnanya...

Peluit kereta pun belum terdengar...
Kutanggalkan semua malu yang menampar...
Kuserahkan wajibku padanya dengan sedikit bergetar...
Kuterima hakku dengan hati berkobar...

Saat kulit berpeluh tergenang...
Tak sabar, aku kembali ke kandang...
Saat mata mulai gelap berkunang...
Kulihat kembali senyum harapmu di remang...

Tak peduli pada deras juga airnya...
Tak risau menganga lubang jalan tak juga tampak wajahnya...
Tak peduli gorong-gorong rusak pun baru tak juga ada fungsinya...
Tak risau lampu lalu lintas tak juga ada warnanya...

(Malang, Sabtu, 3 Oktober 2012, 22:01 wib)

No comments: