Saturday, October 20, 2012

METER



Melihat...
Mendengar...
Meraba...
Membaca...

Tergambar...
Terucap...
Terlaku...
Terjadi...

Menutup...
Membuka...
Menyalak...
Memakan...

Termuntah...
Terkantuk...
Tertidur...
Termangu...

Menimbang...
Memilih...
Meresapi...
Menulis...

Terkentut...
Tersebar...
Terbagi...
Tersenyum...

(Malang, sabtu pahing, 20 Oktober 2012, 11:45 wib)

Thursday, October 18, 2012

PENAT!


Responsibility...
Expectancy...
Authority...
Reality...

Merangkai bingkai, gaduh kupasaki...
Menuang terang, malam kupecahi...
Menatap redup, lambat kutelanjangi...
Meranggas suasana, hampa kubuahi...

Menangkap angan, berat kutiduri...
Menata lorong, temaram kususuri...
Menebar dasar, warna kuburai...
Memilin harap, rasa kupenuhi...

Emosi bermain, api kujilati...
Kata berulang, kalimat kumuntahi...
Detik berulah, waktu kucukupi...
Sabar bersenandung, logika kuputari...

Angin berdiri, udara kukencingi...
Bulan berkabut, matahari kumaki...
Sepi berderet, sendiri kuteriaki...
Embun bersanggama, tenang kupantati...

(Malang, kamis kliwon, 18 Oktober 2012, 02:31 wib)

Wednesday, October 3, 2012

SAAT HUJAN SETUBUHI BUMI



Waktu, tak mau kompromi dengan mati listrik...
Saat terasa detik berlari cepat tak terutik...
Tarikan nafas kecewaku berat, tak lagi cantik...
Jancok” terlepas pada yang coba mengusik...

Sudah, tak dapat kulanjutkan!
Memaki pun, masalah pasti tak terselesaikan...
Terpaksa saja kaki kulangkahkan...
Walau pantat berat kugerakkan...

Terik matahari bagai jarum menghujam pori...
Muka-muka bermacam topeng, debu tetap saja jilati...
Wajah-wajah jidatnya mengkerut itu pasti...
Kecil-besar, tua-muda, bentuk dan usia tak peduli...

Saat kulit merah terpanggang...
Tak tahan, aku kembali ke kandang...
Saat mata mulai gelap berkunang...
Kulihat kembali nyala lampu di remang...

Sudah, masih ada waktu berpihak!
Walau sedikit, semangatku pun tergerak...
Tangan menari lincah pun semarak...
Coba halau cemas yang datang pun menggertak...

Selesai satu, dua tanggungan...
Harus kuserahkan ada sebab banyak harapan...
Saat hitam bergelayut tepat di depan...
Jancok” terlepas lagi sebab datangnya hujan...

Tak peduli pada deras airnya...
Tak risau menganga lubang jalan tak tampak wajahnya...
Tak peduli gorong-gorong rusak pun baru tak ada fungsinya...
Tak risau lampu lalu lintas tak ada warnanya...

Peluit kereta pun belum terdengar...
Kutanggalkan semua malu yang menampar...
Kuserahkan wajibku padanya dengan sedikit bergetar...
Kuterima hakku dengan hati berkobar...

Saat kulit berpeluh tergenang...
Tak sabar, aku kembali ke kandang...
Saat mata mulai gelap berkunang...
Kulihat kembali senyum harapmu di remang...

Tak peduli pada deras juga airnya...
Tak risau menganga lubang jalan tak juga tampak wajahnya...
Tak peduli gorong-gorong rusak pun baru tak juga ada fungsinya...
Tak risau lampu lalu lintas tak juga ada warnanya...

(Malang, Sabtu, 3 Oktober 2012, 22:01 wib)

Friday, August 17, 2012

SEPEDA BEKASKU


Teringat saat si kecil memasang wajah penuh harap...
Sedikit takut dan malu kala ia beranikan diri untuk mengusap...
Tak sekali mendorong, mencoba menaiki pun ia kerap...
Jemari mungilnya lalu memegang recehan, niat menabung dengan sigap!

Pernah selama empat tahun aku memilikinya...
Sepeda asli buatan republik indonesia...
Naik gunung belah hutan, berlampu redup kujelajahi saja!
Kupinang dari pelosok selatan Jawa, dekat Samudera Indonesia!

Rangkanya bagai jati yang tahan segala cuaca...
Walau sering "blong", masih cukup menggigit remnya...
Tak sedikit jalan berlubang, kumaklumi kadang goyah setang-setirnya...
Sadelnya pun seluas lapangan, dapat memuat siapa saja!

Saat cita putus di perjalanan, pedal terkayuh ke negeri seberang...
Putaran rodanya ragu, tinggalkan jejak-jejak yang usang...
Rantai pun terulur jauh, antara laut-daratan terbentang...
Garpu menancap pasti di asa hati, bekal kunci pun tidaklah kurang!

Sekejap saja kala kata tak lagi berarti…
Saat silau bermacam lampu butakan matanya...
Cerita lama dan mimpi indah, tak lagi ada dalam keranjangnya...
Boncenganku lenyap, dudukan sang anak pun entah dikemanakannya...
Hilang di parkiran hati, saat ternyata kepada pemilik lain diserahkan dirinya!

Sepeda itu kini bukan lagi hakku...
Terjepit ekonomi, berganti pula majikanmu...
Karena mungkin aku tak sanggup gantikan dinamo-mu...
Agar lebih terang cahaya di gelap harimu!

Sepeda itu kini bukan lagi punyaku...
Bergeser moral, kau tutupi siapa sesungguhnya dirimu!
Padahal kau akui tak mantap dan nikmat kayuh pedal barumu...
Jujur dirimu, akui tangguhnya milikku!

Sepeda itu kini bukan lagi seleraku...
Gaya hidup, membuatmu berkalung jutaan aksesori baru!
Aku mungkin tak sanggup belikan pentil baru untukmu...
Atau karena aku sungguh lebih suka warna aslimu!

Sepeda itu kini bukan lagi milikku...
Kala kau tak lagi peduli paparan polusi di hatimu...
Dan aku tak lagi mampu luruskan bengkok jari-jarimu...
Kujadikan saja barang rongsokan di cerita hidupku!

(Malang, 17 Agustus 2012, 00:40 wib)